Sunday, July 30, 2017

Sejarah PERSIB (1933-2017)

Bagi warga Bandung (Jawa Barat pada umumnya), PERSIB bukan hanya sekedar Klub sepak bola pada umumnya. Tapi lebih dari itu, PERSIB sudah menjadi culture masyarakat, yang setiap kali laga nya selalu dinanti-nantikan. Bahkan konon, saat PERSIB main, kota Bandung seakan menjadi "kota mati".

Semuanya bukan tanpa alasan kalo kita melihat dari sejarah asal muasal klub ini ada. Klub yang lahir bukan hanya dari sekedar olahraga si kulit bundar, tetapi ada perjuangan yang berdarah-darah dibalik itu semua. Hingga akhirnya menjadi suatu Fanatisme kedaerahan dan kebanggan jati diri yang tak tertandingi. Terutama warga Jawa Barat.

Begitupun jika kita melihat PERSIB di kancah persepakbolaan Nasional. Tim yang berjuluk "Maung Bandung" ini, menorehkan banyak prestasi dan catatan sejarah penting bagi persepakbolaan tanah air.

Inilah uraian sejarah PERSIB, mulai dari latar belakang pembentukan, proses naik-turun, hingga prestasi yang pernah dicapai.


Tahun 1900an, Berawal dari Klub Bernama BVB

Mengenai kapan masuknya olahraga sepakbola ke Indonesia, masih banyak menuai pro dan kontra. Namun, Raffles dalam bukunya History of Java, pernah menuliskan entang kesenangan warga pribumi terhadap olahraga ini. 

Untuk di Bandung sendiri, sejarah masuknya sepakbola sudah ada jauh sebelum nama PERSIB lahir. Ada beberapa catatan sejarah yang menyatakan kalo sepakbola di Bandung sudah ada sejak awal abad ke-19. Ketika itu pemainnya memang masih didominasi oleh orang-orang Belanda yang tinggal di kota ini. Meski beberapa ada warga pribumi, Tionghoa, Arab dan ambon yang ikut.

Klub sepakbola pertama yang ada di Bandung adalah Bandoeng Voetbal Club atau disingkat BVC, yang konon sudah ada sekitar tahun 1900an. Ada juga Klub Uitspanning Na Inspanning atau UNI, yang lahir sekitar tahun 1903 dan Sport in de Open Lucht is Gezond atau SIDOLIG yang menyusul pada tahun 1905.

Setelahnya dan masih di era itu, tercatat juga klub-klub lain bermunculan seperti Laat U Niet Overwinnen (LUNO), Velocitas From Tjimahi (MIliter), SPARTA (Militer), Luchtvaart Afdeeling (LA), Staats Spoors (SS), Yong Men’s Combination (YMC, Tionghoa), dan Opleidingschool Voor Inlanddsche Ambetenaren (OSVIA, Pribumi).

Semua klub-klub tersebut diatas, pada tanggal 1 Februari 1914, bergabung dalam sebuah Bond atau perkumpulan sepakbola Belanda di Bandung bernama Bandoengsche Voetbal Bond (BVB). BVB merupakan anggota dari Nederlands Indische Voetbal Bond (NIVB) yaitu Persatuan Sepakbola Hindia Belanda, yakni sebuah federasi sepakbola atau juga  semacam PSSI nya Belanda saat itu.

BVB saat itu menjadi klub yang sangat besar. Tahun 1920 saja, anggotanya mencapai 1100 orang. BVB juga mengelola kompetisi diantara klub-klub anggotanya tersebut yang pada awalnya biasa dilaksanakan di wilayah Alun-alun kota Bandung. Sejarah mencatat, pertandingan yang pertama kali diadakan di kota Bandung sekitar tahun 1918, walupun untuk skala nasional, tercatat sudah ada kompetisi sejak tahun 1914 yang diprakarsai NIVB. 

Seiring waktu, Residen Priangan melarang penggunaan Alun-alun sebagai lapangan sepakbola, sehingga tiap klub terpaksa menyewa atau membuat lapangannya sendiri-sendiri. Klub UNI membangun lapangan sendiri di Jalan Karapitan, sedangkan SIDOLIG membangun di Jl. A, Yani (Sekarang menjadi Stadion PERSIB).


BIVB, Klub Pribumi Cikal Bakal PERSIB

Walaupun tedapat warga pribumi (minoritas) dalam klub-klub dibawah naungan BVB, warga pribumi masih merasa tidak puas dan mencoba untuk mengalahkan “kekuasaan” orang-orang Belanda yang masih merndominasi. 

Maka pada tahun 1923, beberapa orang anggota BVB kembali mendirikan perkumpulan (klub sepakbola) dengan nama Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB), yang merupakan manifestasi dari perjuangan kaum nasionalis pada masa itu untuk menyatukan klub-klub sepakbola pribumi. Inilah klub yang menjadi cikal bakal lahirnya PERSIB BANDUNG.

Logo Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB), tahun 1923 

Ketua Umum BIVB saat itu adalah Syamsudin yang kemudian diteruskan (Alasannya karena Syamsudin pergi menuntut ilmu di Rechts Hooge School (RHS), Sekolah Tinggi Hukum di Batavia atau Jakarta) oleh R. Atot, yang juga tercatat sebagai Komisaris Daerah Jawa Barat pertama, juga merupakan putra pejuang wanita, Dewi Sartika.  

BIVB biasa bermain di lapangan Tegallega, di depan tribun pacuan kuda (sekarang sudah tidak ada) dan juga lapangan CiroyomKlub ini juga tercatat sudah beberapa kali melakukan pertandingan away ke luar kota seperti Yogyakarta dan Jatinegara, Jakarta.


Lahirnya PSSI dan Kompetisi Perserikatan Pertama

Pada tanggal 19 April 1930, BIVB bersama beberapa klub sepak bola lainnya di Indonesia saat itu, seperti VIJ Jakarta, SIVB Surabaya (sekarang PERSEBAYA), IVBM (PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (PERSIS Solo), dan PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani lahirnya organisasi induk sepakbola di Indonesia yang saat itu diberi nama Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia atau yang sekarang di sebut PSSI, dalam sebuah pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo di Mataram (Yogyakarta). 

Sebagai organisasi yang lahir pada masa penjajahan, kelahiran PSSI dengan latar belakang yang panjang, ada kaitannya dengan upaya politik untuk menentang penjajahan Belanda saat itu. Atas dasar itu pula, sejumlah klub di Indonesia  termasuk BIVB, mensupport nya. Pada pertemuan itu, BIVB di wakili Mr. Syamsuddin. (Sejarah Lengkap, Sumber

Setaun kemudian, tahun 1931, kompetisi tahunan antar kota atau Kompetisi Perserikatan diselenggarakan oleh PSSI. Setelah beberapa kali diadakan, BIVB baru berhasil masuk final, pada saat Kompetisi Perserikatan tahun 1933 (ke tiga) di Surabaya, walaupun akhirnya kalah dari VIJ Jakarta.

Seiring waktu, BIVB kemudian menghilang gaung aktivitasnya.


Tahun 1933, PERSIB Berdiri

Seiring BIVB yang menghilang gaung aktivitasnya, tahun 1933, di Bandung lalu muncul dua perkumpulan sepak bola lain yang masih diwarnai nilai nasionalisme yang tinggi, bernama Persatuan Sepak bola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). 

Akhirnya, pada 14 Maret 1933, kedua klub (PSIB & NVB) itu sepakat untuk melebur dan lahirlah perkumpulan baru yang diberi nama PERSIB, yang memilih Anwar St. Pamoentjak, seorang pendiri, sekaligus pejuang kemerdekaan, sebagai ketua umumnya yang pertama.

Disamping PSIB dan NVB, seiring waktu banyak klub-klub yang turut juga bergabung ke dalam PERSIB saat itu diantaranya SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi. 

PERSIB pun akhirnya menjadi satu-satunya klub perwakilan kota Bandung sebagai partisipan pada setiap kompetisi kelas Nasional.

Dengan nama baru di kancah persepakbolaan nasional, PERSIB (sebelumnya BIVB) kembali masuk final Kompetisi Perserikatan tahun 1934 di Bandung sebagai tuan rumah, walaupun harus kembali kalah dari VIJ Jakarta. Dua tahun kemudian, pada Kompetisi Perserikatan tahun 1936 di Solo, lagi-lagi PERSIB kembali masuk final dan lagi-lagi harus puas menjadi runner up, setelah menderita kekalahan dari PERSIS Solo. 


Dari Klub "Kelas Dua", Menjadi Juara Kompetisi Perserikatan 

Pada tanggal 15 Desember 1935, di Bandung lahir juga klub sepakbola yang dimotori oleh orang-orang Belanda yang bernama Voetbal Bond Bandung & Omstreken atau VBBO (Sebenarnya ini klub lama, dulu bernama BVB).UNI dan SIDOLIG adalah dua klub besar yang berada dibawah naungan mereka. Ada juga klub lain seperti Jong Ambon, Sparta dan banyak lagi.

Tahun 1935, PERSIB dan VBBO saling bersaing di kancah persepakbolaan kota Bandung. PERSIB masih menggunakan lapangan Tegallega dan Ciroyom (warisan dari BIVB) sebagai tempat bermainnya, sementara VBBO bermain di tempat yang lebih bergengsi seperti di Alun-alun pusat kota. Itu sebabnya VBBO juga sering memandang rendah dan mengejek Persib sebagai "klub kelas dua"

Walaupun hanya klub kelas dua, dengan segala perjuangannya akhirnya PERSIB berhasil menarik hati warga Bandung saat itu. Selain itu, prestasi PERSIB pun semakin hari semakin gemilang. Setelah sebelumnya tampil tiga kali sebagai runner up pada Kompetisi Perserikatan tahun 1933, 1934, dan 1936, PERSIB mengawali juara pada Kompetisi perserikatan tahun 1937 di Stadion Sriwedari Solo, setelah berhasil mengalahkan Persis Solo, 2-1. Squad PERSIB kala itu ddiperkuat Jasin, Arifin, Koetjid, Edang, Ibrahim Iskandar, Saban, Sugondo, Dimjati, Adang, Ana dan Djadja.

Gelar Kompetisi Perserikatan tahun 1937 itu menjadi bukti kuat bahwa PERSIB mampu mengimbangi VBBO, dan mengukuhkan eksistensi PERSIB sebagai Klub sepakbola satu-satunya di Bandung.


Persib di Masa Penjajahan Jepang 

Tahun 1942, Belanda menyerah kepada Jepang, sehingga Indonesia menjadi jajahan Jepang. Dampaknya, organisasi-organisasi pergerakan di Indonesia, termasuk sepakbola, wajib tunduk kepada Kolonial Jepang.

Semua kegiatan olahraga, termasuk persepakbolaan di Indonesia yang dinaungi organisasi, dihentikan bahkan di bredel oleh pemerintahan Jepang. Tidak terkecuali di Bandung. Sebenarnya sepakbola masih ada, cuman dibawah kendali Jepang. Ditambah lagi pemerintah Jepang saat itu mendirikan perkumpulan baru yang menaungi perkumpulan olahraga bernama Rengo Tai Iku Kai. Bond-bond di Indonesia mengalami perubahan nama menjadi Persatuan Olah Raga Indonesia (PORI). Hingga akhirnya nama PERSIB pun vakum dan menghilang. Namun,  begitu semangat juang, tujuan dan misi PERSIB sebagai sarana perjuangan tidak berubah sedikitpun.

Persib di Era Kemerdekaan

Memasuki era kemerdekaan tahun 1945, VBBO mulai hancur. Mula-mula kekurangan penonton (alasan politis), sehingga membuat kembali PERSIB lebih percaya diri.

Pada situasi dan kondisi masa ini, justru membuat PERSIB tidak hanya eksis di Bandung saja, melainkan tersebar ke beberapa daerah, seperti Tasikmalaya, Sumedang hingga Yogyakarta (Pada masa itu prajurit-prajurit Siliwangi hijrah ke Ibukota perjuangan Yogyakarta).

Pada saat Agresi Militer Belanda I dan II tahun 1947-1948, Sepakbola Belanda hidup kembali di kota Bandung. Klub Belanda yang dulu sempat bubar, VBBO,  masih berupaya menarik perhatian warga Bandung dengan berbagai cara. Salah satunya dengan merubah nama VBBO menjadi PSBS (Persatuan Sepakbola Bandung dan Sekitarnya), sebuah taktik agar lebih disukai pribumi.

Namun perjuangan Belanda pun kandas. Nama PERSIB Bandung sudah terlanjur mengakar dan mengena di hati masyarakat Bandung waktu itu. PERSIB berhasil didirikan kembali atas usaha Dokter MusaMunadi (Ketua), H. AlexaRd. Sugeng dan lain-lain. PERSIB pun kembali mengukuhkan sebagai satu-satunya perkumpulan Sepak bola di Bandung yang dilandasi semangat nasionalisme.

Disisi lain, VBBO pun harus rela kehilangan pendukungnya. Tim-tim besar dibawah asuhan nya saat itu seperti UNI, SIDOLIG ,SPARTA, dan JONG AMBON bergabung bersama PERSIB pada tahun 1950an.


Arsip para Klub-klub Belanda yang bergabung ke PERSIB pada tahun 1950an. Sumber


Bergabungnya Klub-klub Belanda seperti UNI dan lain-lainnya itu secara tidak langsung membuat PERSIB yang tadinya sebagai klub terpinggirkan mulai bermain di kota Bandung seperti lapangan SIDOLIG dan Alun-alun, dan resmi menjadi klub satu-satunya yang mewakili Bandung di era Perserikatan.


Kongres PSSI dan Kompetisi Perserikatan I


Pada tahun 1950an, Indonesia kembali kebentuk NKRI. Seluruh organisasi, tidak terkecuali organisasi keolahragaan (terutama Sepakbola), mulai di tata kembali. Sepakbola mulai dipegang kembali PSSI, melalui Kongres PSSI di Semarang pada tanggal 2-4 September 1950Dalam Kongres tersebut, diadakanlah Turnamen PSSI dan PERSIB berhasil menjadi juara turnamen Kongres PSSI tahun 1950, setelah dalam laga Final berhasil mengalahkan PERSEBAYA, 2-0. (Ada beberapa catatan sejarah yang bilang justru kebalikannya, PERSIB kalah dan hanya menjadi Runner Up. Sumber ). Pada saat itu, PERSIB dihuni oleh Aang Witarsa, Amung, Andaratna, Ganda, Freddy Timisela, Sundawa, Toha, Leepel, Smith, Jahja, dan Wagiman.

Terlepas kontroversial cerita diatas, pada tahun ini pula, Aang Witarsa, Anas dan Jachja, menjadi pemain asal PERSIB pertama yang ditarik bergabung dengan Tim Nasional Indonesia untuk bermain di pentas ASIAN GAMES I di India, tahun 1950. Dalam Sejarahnya, mereka tercatat sebagai pemain PERSIB yang merintis pada Timnas Indonesia kelak dikemudian hari, bahkan sampai ke Olympiade tahun 1956 di Melbourne, Australia.

Salah satu amanat Kongres PSSI di Semarang tahun 1950 itu ialah penyelenggaraan Kejuaraan Nasional atau Kompetisi Perserikatan PSSI I pada tahun 1951. Namun PERSIB tidak meninggalkan catatan tentang keikutsertaannya di Kompetisi Perserikatan tahun itu. Pada saat itu, justru PERSIJA lah yang menjadi wakil Jawa Barat.

Disisi lain, beberapa pemain PERSIB berhasil mewakili dan membawa JAWA BARAT juara di PON II tahun 1951 di Jakarta, setelah mengalahkan Tim tuan rumah Jakarta Raya, 3-2. Setahun kemudian, barulah Persib turut serta pada Kompetisi Perserikatan tahun 1952, walaupun harus gagal dan berada di urutan ke 4.


PERSIB dan Laga Internasional 

Sejak tahun 50an, PERSIB dikenal juga sebagai klub yang sering menggelar pertandingan Internasional. Tercatat, PERSIB mengawali laga internasional pertamanya pada bulan Mei 1952, ketika ujicoba melawan Klub asal India Selatan, Aryan Gymkhana di stadion SIDOLIG (Beberapa sumber mengatakan hasil pertandingannya samar dan simpang siur. Sumber). 

Setelah itu PERSIB mulai rajin menggelar pertandingan ujicoba melawan klub-klub asal luar negri, terutama tim-tim asal Eropa Timur. Hal itu dikarenakan kentalnya hubungan bilateral saat itu Presiden Soekarno dengan negara-negara berhaluan kiri, seperti tim asal Jerman Timur, Bulgaria, Hongaria, hingga Cekoslovakia.

Bahkan, sekitar bulan Agustus 1953, Persib pernah berkesempatan untuk bertanding melawan Tim Nasional Junior Yugoslavia, di lapangan Ikada Jakarta, walaupun harus rela kalah telak 1-8 (ini disebut-sebut sebagai pengalaman kekalahan terburuk sepanjang karir para pemain PERSIB). 

Pada bulan Juni 1957, PERSIB juga pernah kedatangan tamu tim terbaik asal Hongkong, Nan Hua, yang digelar di Stadion Siliwangi kota Bandung, yang sehari sebelumnya tim ini juga menantang tim PON Jawa Barat.


Dari TIMNAS, Hingga Menjadi Klub Yang Disegani 

Memasuki tahun 1953, PERSIB mempersiapkan diri untuk menghadapi Kompetisi Perserikatan tahun 1954, namun gagal lolos ditingkat Distrik. Meskipun gagal, dua pemain PERSIB, Aang Witarsa dan Anas masih dipercayai untuk membela TIMNAS menuju ASIAN GAMES tahun 1954 di Manila, Filipina. Beberapa tahun kemudian bahkan Ade Dana dan Rukma Sudjana, menyusul keberhasilan rekannya Witarsa pada Olympiade tahun 1956, di Melbourne, Australia.

Sejak saat itu, reputasi PERSIB sebagai klub sepakbola papan atas Indonesia mulai diperhitungkan. Munculnya nama-nama pemain PERSIB di TIMNAS, menjadikan PERSIB semakin disegani. Untuk masuk Kompetisi Perserikatan pun, Persib tidak harus berjuang dari bawah lagi atau tingkat Distrik. Alasannya, Persib sudah berada di jajaran papan atas (Semacam Divisi Utama).

Pada periode 1953-1957, PERSIB mencatat kejadian penting. Untuk kepentingan pengelolaan organisasi, Persib mengakhiri masa nomaden (berpindah-pindah) kantor sekretariat. R Enoch, Walikota Bandung saat itu membangun Kantor Sekretariat Persib di Cilentah. Sebelum akhirnya atas upaya R. Soendoro, PERSIB berhasil memiliki sekretariat di Jalan Gurame, sampai sekarang.


Juara Kompetisi Perserikatan Tahun 1961

Pada Kompetisi Perserikatan tahun 1957, PERSIB menempati peringkat ke-3, dan menjadi Runner Up pada Kompetisi Perserikatan tahun 1959. Hingga akhirnya PERSIB menjadi Juara pada Kompetisi Perserikatan tahun 1961 mengalahkan PSM Ujung Pandang di Makasar. Materi pemain PERSIB saat itu adalah Simon Hehanusa, Hermanus, Juju (kiper), Ishak Udin, Iljas Hadade, Rukma, Fatah Hidayat, Sunarto, Thio Him Tjhaiang, Ade Dana, Hengki Timisela, Wowo Sunaryo, Nazar, Omo Suratmo, Pietje Timisela, Suhendar, dan lain-lain.

Skema Pemain PERSIB Vs PSM Makassar Tahun 1961. Sumber

Banyak cerita mengenai partai Final Kompetisi Perserikatan 1961 di Makasar ini. Mengingat PSM dan PERSIB masih merupakan kekuatan besar sepakbola di tanah air waktu itu. Dari segala cerita yang ada, akhirnya PERSIB tetap keluar sebagai juara. Inilah gelar juara pertama PERSIB Bandung sejak terakhir kali menjuarai Kompetisi Perserikatan tahun 1937 di Solo.

Karena prestasinya itu, PERSIB ditunjuk mewakili PSSI di ajang kejuaraan sepakbola “Piala Aga Khan” di Pakistan pada tahun 1962. Bintang PERSIB saat itu juga telah lahir, Emen “Guru” Suwarman


LAPANGAN SILIWANGI, "Kandang Maung" Bagi Supporter Lawan

PERSIB pun mulai dikenal banyak orang. Hingga lapangan SIDOLIG yang menjadi markas, tidak mampu menampung jumlah bobotoh yang semakin hari semakin banyak. Pada tahun 1960an, PERSIB kemudian pindah ke Lapangan SILIWANGI (Dulu lapangan SPARTA). Pindahnya PERSIB ini tidak terlepas dari pengurus PERSIB yang dihuni beberapa anggota KODAM SILIWANGI ketika itu.

Lapangan ini kedepannya akan menjadi "kandang maung" yang sangat angker dan ditakuti lawan, dengan jumlah supporter fanatik yang sangat luar biasa.


Tahun 1970an, Dari Degradasi Hingga Revolusi Pemain 

Seiring perkembangan, prestasi PERSIB mengalami pasang surut. Prestasi terbaik PERSIB hanya meraih posisi runner up pada Kompetisi Perserikatan 1966 setelah kalah dari PSM di Jakarta.

Tahun 1970an, PERSIB mengalami masa sulit yang miskin gelar. Puncaknya pada Kompetisi Perserikatan 1978-1979, PERSIB terdegradasi ke Divisi I.

Revolusi pembinaan dilakukan. PERSIB membuat Tim Junior dan Senior. Tim Junior ditangani pelatih Marek Janota (Polandia), dan Tim Senior ditangani Risnandar Soendoro. Gabungan Junior-Senior ini membuahkan hasil dan membuat PERSIB promosi ke Divisi Utama dengan munculnya pemain bintang seperti Sobur (Kiper), Giantoro, Kosasih B, Adeng Hudaya, Encas Tonif, Ajat Sudrajat, Robbi Darwis, dan lain-lain.

Hasil binaan Marek ini membawa persib lolos ke final melawan PSMS pada Kompetisi Perserikatan 1982-1983 dan 1984-1985. Pada Kompetisi Perserikatan 1984-1985 di Senayan Jakarta, juga mencatat kejadian penting yaitu rekor penonton yang membludak hingga ke pinggir lapangan. Dari 100.000 kapasitas penonton di Senayan, jumlah "bobotoh" yang hadir mncapai 120.000 orang.


Squad PERSIB Tahun 1983. Sumber

Juara Kompetisi Perserikatan 1986 dan 1989-1990, dan 1993-1994 (Terakhir)

Pada tahun 1985, Ateng Wahyudi menjadi ketua umum PERSIB menggantikan Solihin GP. Harapan yang dinantikan meraih juara kembali akhirnya terwujud. Pada Kompetisi Perserikatan 1986, PERSIB yang ditangani pelatih Nandar Iskandar, akhirnya berhasil meraih juara setelah di final berhasil mengalahkan Perseman Manokwari 1-0 melalui gol tunggal Djadjang Nurjadjaman, di Stadio Senayan Jakarta.


Squad PERSIB Tahun 1986. Sumber


Djadjang Nurjaman dielu-elukan sebagai pahlawan usai PERSIB menjuarai Perserikatan 1986. Sumber.


Pada era ini, prestasi PERSIB masih tergolong stabil. Meski gelar itu lepas ke tangan PSIS pada Kompetisi Perserikatan 1987-1988 dan Persebaya pada Kompetisi Perserikatan 1988-1989, PERSIB masih berlaga di Senayan.

PERSIB kembali meraih gelar juara pada Kompetisi Perserikatan 1989-1990, setelah mengalahkan Persebaya 2-0. Saat itu, PERSIB yang ditangani pelatih Ade Dana dengan asisten Dede Rusli dan Indra Thohir diperkuat: Samai Setiadi (kiper), Robby Darwis, Adeng Hudaya, Ade Mulyono, Asep Sumantri, Nyangnyang/Dede Rosadi, Yusuf Bachtiar, Sutiono Lamso, Adjat Sudrajat, Dede Iskandar, Djadjang Nurdjaman, dan lain-lain.

Pada Kompetisi Perserikatan 1991-1992, PERSIB gagal mempertahankan gelar setelah kalah 1-2 dari PSM di semifinal, dan 1-2 dari Persebaya pada perebutan tempat ketiga dan keempat.

Pada Kompetisi Perserikatan 1992-1993, Wahyu Hamijaya dipilih menjadi ketua umum PERSIB menggantikan Ateng Wahyudi.

Pada Kompetisi Perserikatan 1993-1994 (Kompetisi Perserikatan Terakhir), PERSIB kembali meraih gelar juara setelah di final mengalahkan PSM Makasar 2-0 melalui gol Yudi Guntara dan Sutiono Lamso. PERSIB pun berhak membawa pulang Piala Presiden untuk selamanya karena kompetisi berikutnya berubah nama menjadi Liga Indonesia, yang pesertanya dari Galatama dan Perserikatan.


Juara Kompetisi Liga Indonesia I 1994-1995

Divisi Utama Liga Indonesia tahun 1994-1995 adalah musim dimulainya Liga Indonesia, setelah penggabungan kompetisi Perserikatan dan Galatama., dengan nama Liga DUNHILL.

Suara bobotoh pun bergemuruh di Stadion Utama Senayan Jakarta. Pada Kompetisi Liga Indonesia I 1994-1995, PERSIB berhasil mencatat sejarah dengan menjadi juara setelah berhasil menaklukan Petrokomia Putra di final, 1-0 yang di cetak Sutiono Lamso pada menit ke 76 dihadapan 80.000 penonton. Saat itu, PERSIB ditangani trio pelatih Indra Thohir, Djadjang Nurdjaman, dan Emen “Guru” Suwarman. PERSIB menggunakan formasi 3-5-2 dengan materi pemain adalah Anwar Sanusi (kiper), Robby Darwis, Yadi Mulyadi, Mulyana (belakang). Dede Iskandar (kanan), Nandang Kurnaedi (kiri), Asep “Munir” Kustiana, Yusuf Bachtiar, Yudi Guntara/Asep Sumantri (gelandang), Kekey Zakaria, Sutiono Lamso (depan).


Squad PERSIB 1994-1995. Sumber

Konvoi PERSIB saat menjuarai Liga Indonesia I 1994-1995 di Bandung. Sumber

Sebagai Juara liga, PERSIB saat itu juga berhak berpartisipasi di Piala Champion Asia (Saat ini Liga Champion Asia). Di Piala ini, prestasi PERSIB cukup membanggakan karena lolos sampai ke perempat final.

Dengan prestasi ini pula PERSIB mendapatkan kesempatan untuk bertanding melawan tim kelas dunia asal  Italia, AC MILAN, di Senayan Jakarta pada tanggal 4 Juni 1994,  yang pada waktu itu AC Milan menyandang predikat "The Dream Team", dibawah komando Fabbio Capello. Walaupun pada akhirnya PERSIB harus puas menerima kekalahan telak dengan skor 0-8.


Berita Pertandingan PERSIB Vs AC MILAN di Koran Republika tahun 1994. Sumber.


2001-2008, Bongkar Pasang Pelatih Asing

Seiring waktu, prestasi PERSIB pun mulai tenggelam. Bongkar pasang pelatih menjadi satu-satunya cara untuk tetap bertahan di papan atas Liga Indonesia. Pada Liga Indonesia VII 2001, PERSIB yang diarsiteki pelatih Indra Thohir dan Deny Syamsudin, hanya berhasil lolos ke babak “8 Besar” di Medan.

PERSIB yang awalnya konsisten dengan berisikan pemain lokal, untuk upaya perbaikan prestasi akhirnya harus memakai pelatih dan pemain asing. Pergantian pelatih pun dilakukan, termasuk dengan mendatangkan pelatih dari Polandia, Marek Andrejz Sledzianowski pada Liga Indonesia IX 2003. Sledzianowski diganti di tengah jalan karena PERSIB terseok-seok di papan bawah. Untuk menghindari jurang degradasi, pengurus PERSIB mendatangkan pelatih asing asal Cile, Juan Antonio Paez. Upaya ini lumayan berhasil dan Paez dipertahankan hingga Liga Indonesia X 2004.


Formasi PERSIB Tahun 2004. Sumber Pikiran Rakyat

Posisi Paez lalu diganti Arcan Iurie Anatolievici. Pelatih asal Moldova itu kembali dipertahankan untuk menukangi PERSIB pada Liga Indonesia XIII 2007. Saat itu, PERSIB sudah diprediksi bakal meraih gelar juara karena pada paruh musim tampil sebagai pemuncak klasemen Wilayah Barat dan memenangkan duel dengan PSM sebagai pemuncak klasemen Wilayah Timur. Akan tetapi, pada putaran kedua, PERSIB terpeleset dan prestasinya menurun sehingga menempati peringkat kelima dan gagal lolos ke babak “8 Besar”.


2008, Menjadi Klub Profesional

Pada akhir Desember 2008, PERSIB yang awalnya hanya merupakan Peserikatan Amatir, akhirnya berubah menjadi Klub Profesional setelah terbentuknya sebuah badan hukum bernama PT. PERSIB BANDUNG BERMARTABAT (PT. PBB). Efeknya saat itu PERSIB tidak lagi mendapatkan kucuran dana pengelolaan dari pemerintah, melainkan dari pengelolaan usaha dibawah naungan PT. PBB. Kedepannya, PT. PBB berhasil menjadi salah satu pengelola klub profesional terbaik di Indonesia.

Menjadi Klub Profesional ternyata tidak berbanding lurus dengan prestasi PERSIB di lapangan. Pada Kompetisi Liga Super Indonesia I 2008-2009, untuk kali pertama PERSIB diracik pelatih lokal dari luar Bandung. Jaya Hartono (Medan), yang sebelumnya membawa Persik Kediri menggondol Piala Liga Indonesia IX 2003. Sayangnya, PERSIB harus puas menempati peringkat tiga dalam kompetisi yang menggunakan format satu wilayah itu.

Pada Liga Super Indonesia II 2009-2010, PERSIB yang masih ditangani Jaya Hartono kemudian diganti asistennya Robby Darwis, dan pada putaran kedua kompetisi hanya menempati peringkat keempat klasemen akhir.


Juara Liga Super Indonesia 2013-2014

Setelah puasa gelar selama 19 tahun, PERSIB akhirnya menjadi juara Liga Super Indonesia 2013-2014 di bawah kendali pelatih lokal, Djadjang Nurdjaman. PERSIB mengalahkan Persipura Jayapura melalui drama adu penalti babak final yang berlangsung di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring Palembang.

Selain mempersembahkan gelar juara Liga Indonesia untuk keduakalinya, Djadjang juga mengukir rekor sebagai legenda hidup karena berhasil mengantarkan PERSIB sebagai juara sebagai pemain, asisten pelatih dan pelatih kepala.


Momen PERSIB Menjuarai Liga Super Indonesia 2013-2014 di Palembang. Sumber

Juara Piala Presiden 2015 

Di tengah suramnya situasi sepak bola dalam negeri akibat konflik Pemerintah dengan PSSI, PERSIB sempat membubarkan tim namun kemudian kembali berkumpul dan sanggup menjaga marwah sebagai tim elite Tanah Air. Maung Bandung tampil sebagai juara turnamen bergengsi Piala Presiden 2015. Pada babak final, tim asuhan Djadjang Nurdjaman mengalahkan Sriwijaya FC, 2-0. Namun, kegemilangan pada ajang pengisi kekosongan liga itu tidak berlanjut pada turnamen selanjutnya, Piala Jenderal Sudirman. Langkah PERSIB terhenti hanya di babak fase grup karena cuma menang sekali dan menelan tiga kekalahan beruntun.


Tahun 2015-2017, Prestasi Persib semakin Merosot 

Sejak tahun 2015, prestasi Persib pun semakin merosot, dengan berbagai macam masalah didalamnya.

Melihat dari sejarah jatuh bangunnya PERSIB dari awal berdiri hingga saat ini, PERSIB Bandung selalu punya tempat istimewa dimata para "Bobotoh" nya, baik ketika prestasinya sedang tenggelam, terlebih ketika berada di puncak.

Semoga Persib bisa kembali lagi berjaya seperti sejarah pernah mencatat. Jayalah Persibku.

"Semua orang sudah tahu, Persib adalah tim besar. Nah, kebesaran Persib itu tidak datang begitu saja. Perjalanan sejarahlah yang membangun kebesaran Persib. Karena itu, saya sangat senang membaca buku yang menceritakan jatuh bangun Persib dalam membangun nama besar, sejak awal kelahirannya pada tahun 1933 hingga saat ini"

- MAx Timisela, pemain Persib dan tim nasional era 1970-an

Sumber: 

Persib Juara, Endan Suhendra, 2014