Thursday, June 5, 2014

Inilah Sejarah dan Pendiri Kota Bandung

Bangunan Tua yang menghiasi Kota Bandung sekarang hanya merupakan sebagian "saksi bisu" dari kehidupan dan kejayaan Bandung (Kota Tua) di masa lalu, mulai dari sejarah, asal-usul, pendiri serta perkembangannya dari jaman ke jaman.



Berbicara mengenai sejarah kota Bandung, tentu tidak akan lepas dari sejarah berdirinya Kabupaten Bandung yang merupakan cikal bakal terbentuknya Kota Bandung.

Sekitar tahun 1488, daerah Bandung dikenal dengan sebutan "Tata Ukur", dibawah kekuasaan kerajaan kecil bernama "Timbanganten",.dengan bukota "Tegalluar", dan rajanya bernama Dipati Ukur. Timbanganten sendiri merupakan wilayah yang cukup luas, mencakup sebagian wilayah besar Jawa Barat dan dibawah kerajaan besar bernama "Pajajaran".

Setelah kerajaan sunda "Pajajaran" runtuh (Tahun 1579-1580), "Tata Ukur" pun menjadi kekuasaan Kerajaan "Sumedang Larang" (Penerus Kerajaan Pajajaran) Sejak itu Tata Ukur dikenal dengan nama "Priangan", sehingga daerah kekuasaan Sumedang Larang meliputi daerah "Priangan", kecuali Galuh (Ciamis).

Tahun 1620, Kerajaan Sumedang Larang menjadi bagian daerah kerajaan besar "Mataram" yang dipimpin Sultan Agung. Setelah mengalami banyak proses, Daerah Priangan (diluar Sumedang dan Galuh), oleh Mataram akhirnya dibagi menjadi tiga Kabupaten, yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Parakan Muncang dan Kabupaten Sukapura, dengan masing-masing dipimpin oleh Mantri Agung (Bupati) yang dilantik langsung di Mataram (berdasarkan Piagam "Sultan Agung", pada hari Sabtu 9 Muharam tahun alif, pada penanggalan Jawa).

Bupati Kabupaten Bandung yang pertama diangkat adalah Tumenggung Wiraangunangun, pada tahun 1631. Beliau kemudian membangun daerah bernama "Krapyak", ditepi sungai Citarum (sekarang bernama Dayeuhkolot, Bandung Selatan), untuk dijadikan pusat atau Ibukota Kabupaten Bandung, yang masih dibawah Kerajaan Mataram.


Pada tahun 1677, Kabupaten Bandung jatuh ketangan Kompeni (VOC) dari tangan Mataram. Selama itu, Kabupaten Bandung dipimpin secara turun temurun oleh enam orang Bupati. Tumenggung Wiraangunangun (Bupati pertama) angkatan Mataram, memerintah dari tahun 1632-1681. Lima bupati lainnya adalah bupati angkatan Kompeni, yakni Tumenggung Ardikusumah (1681-1704), Tumenggung Anggadireja I (1704-1747), Tumenggung Anggadireja II (1747-1763), R. Anggadireja III atau R.A. Wiranatakusumah I (1763-1794) dan R.A. Wiranatakusumah II (Dalem Kaum I), yang memerintah darit ahun 1794 -1829.


R.A. Wiranatakusumah II

Ketika tahun 1799, pada saat Kabupaten Bandung dipimpin oleh bupati ke-6 R.A Wiranatakusumah II, kekuasaan Nusantara pun beralih dari Kompeni ke Pemerintahan Hindia Belanda (akibat VOC bangkrut), dengan Gubernur Jenderalnya yang pertama dan bertangan besi bernama Herman Willem Daendels (1808-1811).

Pada masa kepemimpinan Daendels, ia membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dari Anyer di ujung barat Jawa Barat, sampai ke Panarukan di ujung timur Jawa Timur (kira-kira 1000 km) selama setahun (1908), yang bertujuan untuk memperlancar komunikasi antar daerah yang dikuasainya sepanjang Pulau Jawa. Pembangunan jalan raya itu dilakukan oleh rakyat pribumi di bawah pimpinan bupati daerah masing-masing yang dilewati jalur tersebut.






Suasana Kerja Paksa Proyek Anyer Panarukan
Di daerah Bandung, Jalan Raya pos mulai dibangun pertengahan tahun 1808. Untuk kelancaran pembangunan jalan raya, dan agar pejabat pemerintah kolonial mudah mendatangi kantor Bupati,  Daendels melalui surat pada tanggal 25 September 1810 meminta Bupati Bandung untuk memindahkan ibukota kabupaten Bandung dari Krapyak ke daerah Cikapundung, mendekati Jalan Raya Pos, dengan alasan strategis, karena berada di bagian tengah Priangan dan dekat dengan jalan utama (Jalan Raya Pos).

Rupanya Daendels tidak mengetahui bahwa jauh sebelum surat itu keluar, Bupati Bandung (R.A Wiranatakusumah II) sebenarnya memang sudah merencanakan untuk memindahkan ibukota Kabupaten Bandung kearah Utara, bahkan telah menemukan tempat yang cukup baik dan strategis bagi pusat pemerintahan. Alasan pemindahan ibukota itu antara lain karena Krapyak (ibukota sebelumnya) tidak strategis sebagai ibukota pemerintahan karena terletak di sisi selatan daerah Bandung dan sering dilanda banjir bila musim hujan.



Gambar kejadian Banjir, tidak ada keterangan lokasi, kemungkinan di Krapyak (Dayeuhkolot) jaman dulu

Sebelum surat permohonan pindah Daendels  keluar, sekitar akhir tahun 1808 atau awal tahun 1809, bupati beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Krapyak mendekati lahan bakal ibukota baru. Mula-mula bupati tinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti), kemudian pindah ke Balubur Hilir, selanjutnya pindah lagi ke Kampung Bogor (Kebon Kawung, pada lahan Gedung Pakuan sekarang).

Pembangunan Kota Bandung, sepenuhnya dilakukan oleh sejumlah rakyat Bandung yang dipimpin Bupati R.A Wiranatakusumah II. Maka Bisa dikatakan, Bupati Kabupaten Bandung ke-6, R. A. Wiranatakusumah II adalah pendiri Kota Bandung. Kota Bandung diresmikan sebagai ibukota baru Kabupaten Bandung dengan surat keputusan tanggal 25 September 1810, sehingga tanggal ini ditetapkan sebagai Hari jadi Kota Bandung.

Letak kota Bandung yang berada di tengah-tengah wilayah Priangan, juga menjadi alasan Pemerintah Hindia Belanda waktu itu untuk memindahkan ibu kota Karesidenan Priangan dari Cianjur ke Bandung  pada tahun 1864. Dengan demikian, pada saat itu Kota Bandung memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai Ibukota Kabupaten Bandung dan Ibukota Karesidenan Priangan. Pada saat itu, yang menjadi Bupati Kabupaten Bandung adalah R.A Wiranatakusumah IV (1846-1874).

Sejalan dengan perkembangan fungsinya, dibangunlah Gedung Karesidenan di daerah Cicendo (sekarang rumah dinas Gubernur Jawa Barat) yang selesai dibangun tahun 1867 dan sebuah Hotel milik Pemerintah.
Pemindahan ibukota tersebut berdampak pada pertumbuhan Kota Bandung. Sekitar tahun 1870, setelah diberlakukannya udang-undang agraria untuk membuka daerah Perkebunan (Bandung memiliki banyak daerah Perkebunan), menyebabkan aktivitas  perekonomian di Bandung menjadi semakin pesat dan berdampak pada pembangunan infrastruktur. Tahun 1884,  dibangunlah transportasi Kereta Api pertama di Bandung, untuk membawa hasil Perkebunan seperti kina, kopi, teh dan karet.



Suasana Stasiun Kereta Api Bandung Zaman Dulu

Selain dikenal sebagai pusat pemerintahan, pemukiman, pertambahan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, Bandung juga memiliki banyak potensi sebagai Kota Wisata (selain infrastruktur dan pemandangan yang sangat indah). Maka tak heran jika orang-orang Belanda yang semakin banyak bermukim di Indonesia pada tahun 1920-1925, menyebut Bandung dengan istilah "Paris Van Java" (Paris Dari Jawa). Berbagai Infrastruktur pun semakin berkembang, hingga pembangunan sarana seperti Hotel, gedung bioskop, pusat hiburan, pasar dan lain-lain semakin menjamur.



Hiruk Pikuk Jalan Braga Tempo Dulu

Sebagai kota mandiri, sebenarnya Kota Bandung baru benar-benar terbentuk, saat Bandung yang waktu itu menjadi ibu kota Kabupaten Bandung resmi mendapat status gemeente atau kotapraja dari Gubernur Jenderal JB van Heutsz pada 1 April 1906, yang berpemerintahan otonom dengan wali kota pertama Maurenbrecher (1906-1907). Sejak itulah Pemerintah Kabupaten Bandung terpisah dengan Pemerintahan Gemeente Bandung (Kotapraja Bandung). Ketetapan itu semakin memperkuat fungsi Kota Bandung sebagai pusat pemerintahan hingga saat ini.



"Tak mungkin kita dapat mencintai negeri dan bangsa ini, jika kita sama sekali tak mengenal sejarahnya."
-Pramoedya Ananta Toer





Sumber:
Sumber Lain

No comments:

Post a Comment